Selasa, 14 September 2010

Bencana Kinarum di Hari Lebaran

Sabtu, 11 September 2010, objek wisata Kinarum, murka dan meminta korban tujuh jiwa...........







KINARUM yang terletak di Kecamatan Upau, Kabupaten Tabalong, Provinsi Kalimantan Selatan ini, menurut situs www.borneoecotour.com merupakan objek wisata dengan pemandangan sungai yang berair jernih dan berbatu-batu besar, tempat yang bagus untuk berenang sambil melihat pemandangan yang indah. Airnya yang berasal dari rentang Meratus, benar-benar bersih. Di sekitar sungai terdapat sebuah desa yang akan menyuguhkan upacara tari tradisional Dayak. Di sana Anda dapat melihat tarian Dayak Deah yang unik dan mistis. Tari yang disajikan oleh penari wanita desa dan satu orang bernama Balian (dukun) memanjat pohon rotan berduri dengan daya kesaktiannya. Orang itu naik dengan tangan kosong dan kaki telanjang tanpa terluka sama sekali. Jika dilihat, duri tajam yang terdapat di pohon pun rusak olehnya. Tarian ini diiringi oleh alat musik tradisional dalam ritme yang sangat dinamis dari suku Dayak Kalimantan.

Hari itu, saat bencana itu terjadi, Sabtu (11 September 2010), saya dan keluarga kecil saya beserta sepupu-sepupu saya, tidak bertolak ke Kinarum, namun lebih memilih Pagat di Barabai sana. Kami berangkat mengendarai motor masing-masing, saya beserta keluarga kecil saya, dan sepupu-sepupu saya masing-masing dengan istri dan anak-anaknya. Di perjalanan, sekitar Batu Mandi (pukul 11.00 WITA), terjadi hujan yang sangat deras. Kurang lebih selama satu jam kami berteduh di teras rumah penduduk yang ada di pinggir jalan bersama dengan ratusan pengendara lainnya. Maklum, selain kami, banyak juga yang memiliki tujuan sama.
Rupanya, hujan yang sangat lebat itulah yang merupakan petaka buat para 'wisatawan' yang ada di Kinarum........
(Sekadar info, kami batal ke Pagat, dan lebih memilih singgah ke rumah famili yang ada di Barabai).

Menurut Radar Banjarmasin, peristiwa itu terjadi sekira pukul 11.30 WITA. Saat itu, objek wisata yang terletak sekitar 45 kilometer dari Kota Tanjung atau 330 kilometer dari Kota Banjarmasin ini, ramai dikunjungi para wisatawan lokal. Mereka datang untuk menikmati libur lebaran Idulfitri hari kedua. Namun hari itu, alam sedang menunjukkan keganasannya. Air sungai yang mengalir jernih, tiba-tiba mengalir deras dan berwarna kecoklatan. Menurut keterangan sejumlah warga, ketinggian air mencapai dua sampai tiga meter. Para pengunjung yang sedang mandi dan duduk-duduk santai di atas bebatuan sungai pun terseret arus dan beberapa diantaranya tidak bisa diselamatkan, hingga akhirnya ditemukan tewas. Korban tewas, kebanyakan mengalami luka seperti patah tangan, kaki , dan kepala pecah akibat benturan keras dengan bebatuan di objek wisata tersebut.

Pada hari kejadian, ditemukan empat korban meninggal dunia, yakni Muryani (17) dan Sri Prihatin (16) keduanya warga Desa Palapi, Kecamatan Muara Uya, Tabalong, kemudian Risma (19) dan Lutfi Diah Puspita Rini (17), warga Desa Sulingan, Kecamatan Murung Pudak, Tabalong.
Hari kedua Minggu (12/9), tim dari Basarnas, Tagana Tabalong dan beberapa instansi terkait lainnya seperti dari Kreasi Remaja Saraba Kawa (Kremsak) Tanjung, serta masyarakat, menemukan satu lagi korban atas nama Ahmad Muzakir (20), warga Pasar Kapar, Kecamatan Murung Pudak, Tabalong.
Sedangkan Senin (13/9), ditemukan dua lagi korban dalam keadaan tak bernyawa, yakni Riyanti (19) warga Desa Palapi Kecamatan Muara Uya, Tabalong. Lalu Faridah (19) warga Desa Kabuau, Kecamatan Tanjung. Satu lagi remaja yang dilaporkan hilang, atas nama Rian, ternyata kemarin dinyatakan selamat, ia saat ini berada di Tanah Grogot, Kaltim.
Tim SAR gabungan, Senin (13/9) sore berhasil mengevakuasi dua korban tewas terseret arus sungai dan satu korban lainnya selamat. Total seluruhnya dipastikan tujuh orang remaja tewas diseret arus air bah yang ganas itu.

Kabar ditemukannya dua korban terakhir tragedi Kinarum disampaikan H Noor Tajudin, Anggota Kremsak Tanjung kepada Radar Banjarmasin kemarin. Riyanti ditemukan sekira pukul 14.00 Wita, sedangkan Faridah yang tercatat masih duduk di kelas II MTs Tanjung ditemukan pukul 16. 00 wita. Lokasi ditemukannya kedua korban ini berdekatan.
“Info terakhir kami temukan dua orang korban sekitar dua kilometer dari titik nol dimana mereka pertama kali terseret air bah. Korban pertama atas nama Riyanti dan kedua atas nama Farida,” terang Noor Tajudin.
Pencarian sempat dilakukan sampai kilometer 11 dari titik awal dimana para korban terseret air. Seluruh korban air bah riam Kinarum, setelah dievakuasi dari lokasi dibawa terlebih dahulu ke RSUD H Badaruddin Tanjung untuk di identifikasi dan setelah itu diserahkan kepada keluarga. Selain tujuh orang tewas, dua korban tragedi Kinarum masih dirawat di RS Pertamina Murung Pudak, atas nama Andrianto dan Sumiyati.

(Koordinator lapangan Tim SAR Tabalong, Sukono, mengatakan dengan ditemukannya dua korban tewas dan satu lainnya selamat, maka proses pencarian tiga korban yang hilang dinyatakan berakhir. "Dengan telah ditemukannya seluruh korban proses pencarian kami hentikan," tuturnya. Sedangkan satu korban lainnya, Syahrini yang sempat terseret arus diketahui selamat, setelah Tim SAR mendapat laporan dari pihak keluarga bersangkutan bahwa dirinya selamat dan sudah kembali ke rumahnya – Media Indonesia.com).

Kasubdit Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kalsel, Hasan Baseri menyatakan, bencana air bah Kinarum tidak menimbulkan kerusakaan di pemukiman penduduk. “Kejadian kan di obyek wisata, jadi rumah penduduk aman,” katanya, saat dihubungi, Senin (13/9).

Diterangkan Hasan Baseri, di lapangan sudah berdiri posko kesehatan dan dapur umum. Kedua fasilitas ini akan melayani baik masyarakat maupun tim pencarian. Ia mengaku belum dapat menaksir berapa kerugian yang ditimbulkan akibat sapuan air bah yang diduga terjadi akibat buruknya tutupan lahan tersebut.

Terkait santunan bagi korban yang meninggal maupun yang mengalami luka, Hasan Baseri menyatakan pihaknya akan berkoordinasi dengan Dinas Sosial dan Dinas Kesehatan setempat. Namun ia mengaku tidak dapat memastikan apakah para korban akan mendapatkan santunan atau tidak.

Radar Banjarmasin juga memberitakan, petaka itu masih menjadi misteri bagi warga Kecamatan Upau. Pasalnya meski sering terjadi meluapnya air sungai, namun tidak seperti yang terjadi hari itu. Parahnya, pada saat bersamaan, banyak pengunjung remaja yang sedang bermain di sungai.

Musibah yang tidak disangka-sangka ini juga mengundang tanda tanya di benak Kepala Desa Kinarum, Hartius. ”Memang pengunjung sudah diperingatkan dengan pengeras suara, agar tidak bermain-main di tengah sungai, sebab jika cuaca mendung dan hujan, sering sekali terjadi banjir,” ujarnya. Namun yang tidak disangka Hartius adalah air bah yang turun dari arah hulu ketinggiannya sampai tiga meter. Anehnya lagi, sebelumnya sungai tidak menunjukkan ciri-ciri akan terjadi banjir bandang.
”Air tidak terlihat keruh atau naik sedikit demi sedikit, itu ciri kalau mau terjadi banjir,” ujarnya ketika dihubungi wartawan Radar Banjar, Senin (15/9).

Lelaki Dayak Dusun Dea ini pun mengaitkan tragedi Kinarum dengan tidak terlaksananya upacara adat Aru di kawasan wisata ini. ”Dua tahun lalu, pemerintah daerah pernah berjanji untuk melaksanakan upacara adat Aru. Namun janji tersebut tidak terlaksana,” ujarnya.

Upacara adat Aru menurut Hartius biasa digelar di batu besar yang ada di tepian sungai Kinarum. Di batu itulah dilakukan persembahan hewan kurban, berupa ayam, kambing dan kerbau.
”Upacara biasa dipimpin Demang Suku Dayak Dusun Dea, tujuannya selain sebagai bentuk pemujaan, juga untuk pertukaran kurban, agar tidak terjadi musibah di kampung kami,” ujarnya.

Sementara itu, menurut kacamata aktivis lingkungan, apa yang terjadi di Sungai Kinarum (11/9) lalu merupakan fenomena alam yang mungkin saja terjadi di sungai-sungai lain di Kalsel, yang berada di kawasan pegunungan.
Dimana, air sungai bisa tiba-tiba meluap dan mengalir deras, setelah terjadi hujan di kawasan pegunungan selama berhari-hari. Apakah akan terjadi air bah atau tidak, tergantung dari kondisi alam dan curah hujan yang terjadi di hulu.
”Bila air ini tidak tertampung dengan baik oleh pohon-pohon di gunung, atau curah hujannya memang terlalu tinggi, air akan mengalir deras ke arah sungai dan menjadi air bah,” ujar aktivis penelusur Sungai Kalimantan Selatan, Haris Padilah kepada Radar Banjarmasin.

Haris mengatakan, sejumlah sungai yang menjadi kawasan objek wisata, justru memiliki risiko ini, termasuk Sungai Kinarum. Karena itu menurutnya, penting bagi para pemandu atau siapa saja yang ingin berwisata di daerah sungai dengan riam-riam yang menantang dan batu-batu besar, untuk memahami karakteristik sungai dengan baik.
Ada beberapa tanda alam yang bisa diketahui sebelum air bah terjadi. ”Biasanya akan didahului dengan ribuan suara burung yang berterbangan memutari sungai. Sedangkan binatang hutan yang ada juga berlarian, hingga menimbulkan suara yang gaduh dan berisik,” ujarnya.

Tanda-tanda lainnya, warna air sungai cepat berubah. Jika menemukan tanda-tanda tersebut, maka para wisatawan harus cepat menghindar dari sungai.
Selanjutnya yang terjadi, permukaan air naik secara tiba-tiba dengan arus yang cukup deras. Air yang mengalir keruh kecoklatan karena bercampur dengan lumpur. Selanjutnya, air yang mengalir tersebut juga bercampur dengan ribuan kubik sampah hutan (kayu ranting dan potongan-potongan kayu).

Secara terpisah, Ngadimun salah seorang tokoh Masyarakat Adat Dayak yang tinggal di sekitar Sungai Loksado mengatakan, “Untuk mengetahui adanya air bah datang, cukup mendengarkan perubahan suara air yang datang. Perubahan suara tersebut sangat jelas terdengar, jika pada saat normal desisan air sungai yang turun dan terhantam batu sangat berirama. Namun, jika air bah akan datang dari pegunungan, suara desisan tersebut tidak terdengar lagi, karena berganti dengan suara gemuruh air yang keras dan bersentuhannya kayu-kayu yang ada di atas sungai.”

Lain lagi pendapat Walhi. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Selatan, menyarankan kepada Pemerintah Kabupaten Tabalong supaya menutup dulu sementara waktu obyek wisata tersebut.
“Atas kejadian itu, kita mengusulkan obyek wisata Kinarum ditutup sebagai kawasan wisata alam,” kata Direktur Walhi Kalimantan Selatan Hegar Wahyu Hidayat, Senin (13/9).

Sampai kapan penutupannya? Aktivis lingkungan hidup ini mengatakan, penutupan berlangsung dalam waktu yang tidak dapat ditentukan. Selama penutupan, obyek wisata Kinarum harus dilakukan recovery. Pemerintah setempat bertanggung jawab dan mesti serius melakukan recovery.
“Penutupan tidak ada batas waktu, sampai pemerintah menyatakan obyek wisata itu tidak berbahaya dan selesai melakukan recovery hutan. Dinas Pariwisata Tabalong mengevaluasi, masih layak atau tidak Kinarum dijadikan obyek wisata. Jadi, bila berbahaya dan tidak ada recovery, tutup Kinarum menjadi obyek wisata demi menjaga keselamatan dan keamanan wisatawan,” bebernya.

Kejadian di Kinarum sambung Hegar, jangan semata dipandang sebagai musibah atau bencana alam. Logikanya, dahulu di bagian hulu atau kawasan atas, ada aktivitas penebangan hutan yang diduga illegal logging. “Kabarnya malah memiliki HPH (Hak penguasaan Hutan). Nah, sisa penebangan hutan itu seharusnya direcovery atau direhabilitasi,” cetus dia.
Sebab, besarnya volume air bah karena guyuran hujan deras terus-menerus, bisa saja merupakan dampak akumulasi parahnya kerusakan hutan karena tidak ada kekuatan penahan resapan air. Instansi kehutanan, baik Dinas Kehutanan Tabalong, Dinas Kehutanan Kalimantan Selatan dan Departemen Kehutanan, mempunyai tanggung jawab terhadap kerusakan hutan di Kabupaten Tabalong, yang berbatasan dengan Provinsi Kalimantan Timur.

Kepala Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Kalsel Rahmadi Kurdi yang dikonfirmasi Radar Banjarmasin (Senin, 13/9), menyatakan, dia belum melakukan pengecekan terhadap penyebab kejadian di obyek wisata Kinarum. “Saya akan mengecek dulu, apakah ini disebabkan faktor eksternal pengaruh kerusakan lingkungan atau hal lain,” katanya.
Menindak lanjuti kejadian di Kabupaten Tabalong, BLHD berjanji akan berkoordinasi dengan Badan Pengendali Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Tabalong. “Tahap pertama, kita berkoordinasi Bapedalda Tabalong dan mempelajari hasil pengecekan,” ungkap Rahmadi.

Selanjutnya, ada kemungkinan BLHD Kalimantan Selatan memanggil para pengusaha di bidang kehutanan yang beraktivitas di daerah sekitar kejadian. “Bila perlu kita panggil pengusaha perkayuan disana,” ucapnya.

Sumber feature:
www.borneoecotour.com

Sumber–sumber Berita:
www.radarbanjarmasin.co.id
www.mediaindonesia.com


Sumber foto:
-Foto 1 dan 2: Betawilembang.blogspot.com (Foto tahun 2008)
-Foto 3: Google.com (Tahun tidak jelas)
-Foto 4: JPPN Network (Foto sekarang-saat peristiwa)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar